Saya Bukan Maling

Setelah sekian lama tidak pernah datang ke acara-acara seminar, tibalah kesempatan saya buat datang ke salah satu acara seminar Public Relation (PR), yang punya nama keren PR Indonesia Meet Up yang diinisiasi oleh PR Indonesia Magazine. Acara ini diadain di Midtown Bistro, Rabu, 27 Juli 2016.

Jadi acara ini, semacam ajang kumpul-kumpul bermanfaat para praktisi PR, baik yang inhouse maupun yang jadi konsultan. Kenapa bermanfaat? Karena kumpul-kumpul yang dilakukan itu bukan cuma nge-gibah, tapi jadi ajang sharing keilmuan di bidang PR. Cukup sekian ya intermezonya. ..

Nah kita langsung ke inti kegiatannya ya. .

 
Jadi, PR Meet Up yang saya datangin kemarin itu bertemakan “Strategi PR Melawan Isu Negatif” dengan contoh kasus kampanye negatif pada industri kelapa sawit. Ada tiga orang yang menjadi pembicara, yakni Lakshmi Sidharta, perwakilan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Adam M Tugio, Direktur Amerika Utara dan Tengah Kemenlu RI. Kedua pembicara ini membahas tentang kampanye negatif apa saja yang menerpa industri kelapa sawit dan fakta-fakta apa yang sebenarnya terjadi.

 
Pembicara ketiga, yang pastinya semua orang di dunia per-PR-an pasti sudah mengenalnya, yakni Prita Kemal Gani, yang memberikan pandangan dari sisi krisis komunikasi. Namun demikian, karena keterbatasan waktu dan masih terlalu luasnya isu negatif, membuat kasus tersebut masih terasa abu-abu dan penjelasannya masih terasa normatif. Mungkin karena dalam penangan suatu krisis komunikasi harus adanya pendalaman kasus terlebih dahulu sebelum memutuskan langkah komunikasi yang diambil.

 
Dari pembelajaran dan hal-hal sebelumnya yang pernah dialami (tsaaah), setidaknya ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam mencegah krisis komunikasi. Secara sederhana kita harus menjaga hubungan dengan seluruh stakeholder perusahaan. Salah satu stakeholder perusahaan yang penting adalah media.

 
Seorang praktisi PR sudah seharusnya menjalin hubungan baik dengan media yang ada. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membangun hubungan yang baik antara perusahaan dan media massa.

 
Kenapa media massa menjadi hal yang penting? Hal ini karena gambaran yang ada di media massa dapat mencerminkan gambaran yang ada di tengah masyarakat. Misalnya saat media massa menggambarkan Rina Seorang Gadis Cantik, maka di masyarakat juga dapat muncul persepsi Rina Seorang Gadis Cantik pula. Maka dalam hal ini, media massa dapat menjadi sarana perusahaan untuk membangun reputasi yang baik di mata masyarakat.

Pendekatan dengan media massa juga harus dilakukan secara intens dan berkala. Mengapa? Karena kita tidak pernah tahu kapan dapat terjadi sebuah krisis yang dapat menimpa perusahaan kita. Pendekatan intens dan berkala ini dapat diartikan kita harus cukup sering menunjukkan sisi positif dari perusahaan kita. Banyak tools of PR yang dapat digunakan untuk hal ini.

Namun, sebagai PR, kita dapat memantau berbagai info komunikasi, baik dari pemberitaan media massa maupun social media terkait hal-hal yang berpotensi menjadi krisis perusahaan. Disinilah fungsi monitoring dari PR diperlukan. Hal ini agar PR dapat me-manage krisis sedari awal.

 
Jadi secara umum, hubungan antara PR dan media massa harus dijaga dengan sebaik-baiknya, karena kemungkinan krisis terjadi pasti ada. Tidak hanya itu, PR juga harus “mengamankan” kondisi internal perusahaan agar informasi yang keluar selalu satu pintu, sehingga krisis yang muncul tidak berkembang menjadi simpang siur dan tetap dalam kontrol.

 
Dan satu hal yang saya pelajari sebelumnya dari tempat saya belajar yakni, saat krisis terjadi, jangan menjadi seperti “maling mengaku bukan maling, meskipun faktanya memang bukan maling”…

 
Cukup sekian tulisan saya yang agak ngawur ini. Semoga dapat bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sambernyawa Tak Berjaya

Gula, Rumah, dan Air

Suara Sang Penjaga