Hilangnya Harta Raja
Hampir
seluruh bangunan peninggalan Praja Mangkuneran yang masih berada di Kabupaten
Karanganyar tak lagi dimiliki oleh Praja Mangkunegaran. Kebanyakan dari banguan
tersebut sudah berpindah kepemilikan. Kebanyakan dari bangunan peninggalan
tersebut telah dimiliki oleh pemerintah, mulai dari pemerintah pusat hingga
pemerintah daerah.
Hanya
tersisa Pesanggrahan Karangpandan yang sebenarnya masih dimiliki Praja
Mangkunegaran, namun hal tersebut pun masih belum jelas status kepemilikan
tanahnya. Pabrik Gula (PG) Colomadu dan juga PG Tasikmadu telah dimiliki oleh
Pemerintah Pusat, dan pengelolaannya sendiri dilakukan oleh PT Perkebunan
Nusantara IX yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sedangkan untuk Sapta Tirta Pablengan sendiri saat ini dikelola oleh Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Karanganyar melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
(Disparbud) Karanganyar.
Perpindahan
kepemilikan sejumlah bangunan tersebut pun melewati serangkaian proses. PG
Colomadu dan PG Tasikmadu pada awalnya
yakni sekitar tahun 1871 dikelola oleh Het Fonds Eigendommen Mangkoenegaranse
Rijk. Pada tahun 1942 pengelolaan kedua PG tersebut dilakukan oleh Kantor
Pimpinan Oemoem Peroesahaan Mangkoenegaran (POPMN).
Setelah
lima tahun berlalu, yakni pada 1946, POPMN tersebut bergabung dengan Perusahaan
Kasunanan menjadi Perusahaan Nasional Surakarta (PNS). Berselang setahun dari
pembentukan PNS tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.
9/PP/1947 yang mengubah PNS menjadi Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia
(PPRI) hingga tahun 1960. Pada tahun 1960 pemerintah kembali menerbitkan PP No.
47/PP/1960 tentang penyerahan PRRI kepada Perusahaan Perkebunan Negara (PPN)
dan pada tahun 1961, PG dimasukkan ke dalam PPN Jawa Tengah dan berstatus
sebagai BUMN. Hal tersebut tertuang dalam PP No. 164/PP/1961.
Dengan
demikian, perpindahan kepemilikan pun terjadi untuk kedua PG tersebut dari yang
sebelumnya dimiliki oleh Praja Mangkunegaran hingga menjadi BUMN. Namun
demikian, Samiyono, Pihak PG Tasikmadu, saat ditembui pada Desember 2013, menjelaskan
bahwa hingga saat ini status tanah kedua PG tersebut masih milik Mangkunegaran,
sedangkan yang dimiliki pemerintah merupakan bangunan dari PG tersebut.
Perpindahan
kepemilikan pun juga terjadi pada bangunan lainnya, yakni Sapta Tirta
Pablengan. Pemandian Sapta Tirta Pablengan yang sebelumnya menjadi tempat
persinggahan pasukan Raden Mas Said (Mangkunegaran I) dalam melawan Belanda
sempat hancur. Yakni pada tahun 1949 tepatnya pada saat Agresi Militer Belanda
ke dua. Hal tersebut dijelaskan Sugeng Karyanto, PNS Disparbud untuk Sapta Tirta Pablengan kepada penulis pada
Desember 2013.
Seluruh
bangunan Sapta Tirta Pablengan hangus terbakar hingga tidak diketahui
keberadaannya pada saat terjadi Agresi Militer Belanda tersebut. Namun pada
tahun 1985, pemerintah daerah setempat berhasil menemukan kembali lokasi
tersebut, dan mulai melakukan perbaikan agar tempat tersebut kembali dapat
menjadi objek wisata bersejarah pada tahun 1997. Sejak saat itulah pengelolaan
Sapta Tirta Pablengan dilakukan oleh Pemkab Karanganyar.
Pada
tahun 2012 lalu sempat terkuak kembali permasalahan status kepemilikan Sapta
Tirta Pablengan antara pihak Mangkunegaran dengan pihak Pemkab Karanganyar,
namun juga belum menemui titik terang.
Dari
keempat bangunan peninggalan tersebut, sebenarnya masih ada bangunan yang
dimiliki Praja Mangkunegaran, yakni Pesanggarahan Karangpandan. Pada awalnya
pesanggrahan tersebut terdapat dua bangunan utama. Namun tanah pesanggrahan
tersebut telah dijual kepada pihak swasta oleh pihak Mangkunegaran. Hal
tersebut seperti yang diungkapkan oleh Sadi, abdi dalem yang berada di
Pesanggrahan Mangkunegaran kepada penulis pada Desember 2013.
Pesanggrahan
Karangpandan bagian bawah telah dijual kepada pihak swasta. Bangunannya pun
telah dihancurkan, dan telah digantikan oleh sejumlah villa megah yang dimiliki
oleh perorangan yang dijual oleh pihak swasta. Sedangkan pada pesanggrahan
bagian atas masih terdapat bangunan yang tidak dihancurkan dan saat ini masih
ditempati oleh Sadi sebagai abdi dalam. Namun tanah pesanggrahan tersebut telah
dimiliki oleh pihak swasta.
Status
kepemilikan keempat bangunan peninggalan tersebut bukan lagi dimiliki oleh
Praja Mangkunegaran. Namun demikian, jika dilihat dari aspek sejarah pendirian,
seperti yang dibahas pada bab sebelumnya, seluruh bangunan tersebut didirikan
oleh Praja Mangkunegaran dengan serangkaian tujuan pada masa pendiriannya.
Komentar
Posting Komentar