Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2023

Mas, Ibu, Mba

Gambar
Entah kenapa suka iseng screenshootin foto yang sebenarnya ada di galery hp sama socmed sendiri. Di folder screenshot hp ternyata ada foto di atas. Ini kayaknya lagi rapat kerja nasional tahun 2019.  Di tulisan ini saya bukan mau membahas rapat kerja nya kantor ya. Tapi jadi ter-flashback dengan tiga kolega saya di foto tersebut. Di foto ini, dari kanan ke kiri ada Mas, Ibu, dan Mba. Jadi ceritanya saya masih anak bungsu nih. Di kantor ini, kami sempat satu divisi, walaupun beda unit. Tapi entah mengapa ya ini jadi orang-orang terdekat. Tempat bertanya, tempat belajar, tempatnya sambat, tempat bercanda, tempatnya berantem. Di 2016, awal pertama gabung di kantor ini, ke tiga orang ini selalu jadi pairing partner. Saling isi, saling bantu, saling support. Saling ngingetin, saling apa adanya. Di sekitar mereka inilah, saya merasa ooo ternyata ada ya lingkungan kerja yang timnya seenak ini, susah senang ya bareng. Ga pernah jatuhin satu sama lain. Intinya saling belajar bareng

Sahabat dan Cermin

Gambar
Reflection ini bahasa keren kali ya, kalau diterjemahkan menjadi refleksi. Kalau kita mendengar kata refleksi mungkin yang terlintas pertama adalah pijat? pegal? kaki? full body? Tapi kita akan coba membahas refleksi ini dengan tujuan yang sama, yakni merelaksasi, bukan otot tapi ya yang direlaksasi. Untuk semua yang membaca ini, saya yakin pasti pernah dong dalam keadaan ingin berjumpa dengan orang yang diidam-idamkan. Pada keadaan demikian, kita mencoba untuk berdandan dengan gara rambut paling kece, hingga baju yang paling menarik untuk mendapatkan atensi.  Nah untuk menuju terlihat menarik itu, ada satu yang menjadi teman setia kita? Pasti sudah tahu kan siapa atau apa itu? Ya benar, jawabannya adalah cermin. Cermin ini menjadi teman kita untuk memberikan penampilan menarik untuk orang-orang spesial yang kita temui. Dari cermin ini, kita belajar bahwa apa yang menjadi keingingan kita belum tentu cocok dengan penglihatan orang lain. Tapi yang peling penting lagi, kita b

Kerja, Cinta, dan Mati

Gambar
Cinta sama kerjaan? Apa itu maksudnya workaholic? Yakin begitu konsepnya? Pernah mengalami titik dimana bekerja itu adalah kehidupan? Kalau saya pernah jawabannya. Kenapa? Karena saya takut akan melakukan kesalahan, takut adanya ketidakpuasan atasan. Senin sampai Jumat kerja, Sabtu Minggu masih mikirin kerjaan juga. Lagi main sama temen yang dilihatin juga grup kerjaan. Lha kapan mau pengembangan dirinya? Setelah saya renungi, kegilaan akan pekerjaan sampai takut meninggalkan pekerjaan itu ternyata bukan karena pengaruh pimpinan. Tapi itu semua tergantung dari fikiran kita, emosi kita merespon akan sebuah tanggung jawab dalam hal ini bekerja. Jika istilah workaholic ini adalah terminologi yang kurang baik. Bisa jadi itu adalah akibat dari penerimaan kita akan sebuah tanggung jawab bukan berdasar cinta tapi rasa takut. Yang ada dikepala yang ada “takut akan salah”, “takut mengecewakan pimpinan”, “takut gagal”. Sebaiknya, rubah fikiran dalam menerima tanggung jawab menjadi sa

571 km

Jauh dekat Rp 2.500,-. Ini biaya yang harus dikeluarkan saat naik angkutan umum jaman dulu. Belum ada gojek, naik kereta pun jarang. Angka itu jadi angka naik metro mini, dengan bermodal seragam sekolah kalau mau main jauh jauh. Sekarang ini, kalau mau dapat angkutan umum seharga itu paling bisa cuma TransJakarta ya, tapi masuk tap in-nya harus sebelum jam 7 pagi. Hehehe, kalau setelahnya sudah nambah seribu lagi. Ngomong ngomong soal jarak jauh dekat, ada yang bilang ini relatif. Ya relatif klo kita hanya menganggap jarak itu sebagai ukuran panjang dari satu titik ke titik lainnya. Lain halnya lagi kalau kata jarak ini sudah disambunng dengan rasa. Bisa jadi yang jauh jadi dekat, yang dekat jadi jauh. Dengan rasa, bisa mengubah logika akan jarak.  Simplenya kalau sudah sayang, berbagai cara dilakukan agar terasa dekat walau secara ukuran panjangnyanya ya jauh, dan harus ditempuh dengan biaya yang tidak sedikit. Apalagi kalau sudah tidak ada rasa, kita pasti berusaha meninggalkan titik

Sang Recruiter

Dua ribu enam belas di sekitar bulan Februari, saya mencoba beranikan diri melamar pekerjaan di PT Bhanda Ghara Reksa (Persero), yang merupakan BUMN Logistik. Saat itu, ada sesosok recruiter yang melakukan interview awal dengan saya. Namun untuk interview lanjutan dengan user tiba tiba harus ditunda, karena ada agenda mendadak, karena user saat itu adalah seorang Corporate Secretary. Jadi wajar saja jika jadwalnya bisa berubah sewaktu-waktu. Tapi dengan baiknya, recruiter ini, mencoba untuk menjadwalkan interview dengan user di sore hari pada hari yang sama. Saya langsung mengiyakan. Dan karena masih ada jeda waktu kosong, saya pun memanfaatkan waktu untuk berwisata, karena kebetulan lokasi kantor di kawasan Kota Tua. Recruiter ini menepati janjinya dan tidak PHP lah. Dia mengabari lagi kepastian jamnya. Dan akhirnya pun interview user bisa terlaksana. Hari ini, dengan situasi yang berbeda, saya kembali bertemu dengan sang recruiter ini. Setelah sekian lama tidak jumpa karena penugasan

Sepuluh Tahun Lalu

Gambar
Sepuluh tahun lalu itu tahun 2013 ya? Ya iyalah, 2023 dikurang 10 ya 2013. Hadeeh.  Jadi di tahun 2013 itu jadi masa-masanya bosen banget sama dunia kuliah, sehingga di tahun itu memutuskan mencari kesibukan di luar kuliah. Awalnya buat saya yang masih menjadi mahasiswa tingkat akhir di jurusan komunikasi ketika itu, berniat menambah kegiatan untuk menjadi jurnalis magang saja. Berbekal tulisan-tulisan yang pernah dibuat semasa kuliah dan di organisasi kampus lainnya, saya memberanikan diri untuk melamar menjadi jurnalis magang di salah satu media lokal di kota Solo. Niat awal cuma mau nambah kegiatan saja. Ga pakai lebih. Selang berapa lama, dipanggil dan dilakukan interview, ternyata ga cuma jadi jurnalis magang, tapi langsung ditawarin bekerja menjadi jurnalis dengan tahapan awal probation dengan gaji UMR kota Solo saat itu. Ga pakai babibu, langsung saya sambut tawaran itu dengan menjawab Oke. Karena kesempatan itu ya ga tau lagi kapan datangnya. Yang penting ya dimanfa

Bulan ke 12

Gambar
Tepat dua belas bulan kami bersama-sama berada di tim ini dengan rumah yang baru. Mimpi demi mimpi kami catat di daftar impian terkait apa yang kami kerjakan. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, kami lewati bersama. Susah senang, tawa tangis, tekanan demi tekanan yang menjadikan pegas untuk menjadi lebih tinggi terus menempa. Banyak hal tak terduga di luar rencana, menjadi pengalaman berharga. Kami coba, kami bisa, kami coba, kami kekurangan asa, itu semua sudah kami rasa. Tidak sangka, di bulan ke dua belas ini kami berpisah dengan sosok yang terus membimbing bersama. Apa yang kurang, apa yang susah, kami diajak belajar tanpa kira. Terima kasih untuk pimpinan yang telah bersama di dua belas bulan yang ada. Terima kasih telah bermain dan belajar bersama. Terima kasih atas bimbingan untuk kami yang kadang banyak bercanda. Hari ini, Selasa 10 Januari 2023, perpisahan dengan Kepala Divisi kami. Lancar selalu ditempat yang baru mas.  @30haribercerita #30hari

15.00 WIB

Gambar
Istirahat di kantor sih sebenarnya cuma satu kali, yakni jam makan siang di jam 12.00 - 13.00 wib. Tapi entah udah jadi kebiasaan sendiri, bagi saya duduk terus terusan di kursi itu bikin otak suka buntu, imbasnya jadi ga produktif. Pukul 15.00 wib menjadi waktu-waktu krusial karena fikiran mulai ga konsen, hingga ingin cepat-cepat berjumpa dengan pukul 17.00 wib. Untuk mensiasati itu, pukul 15.00 wib ini saya siasati jadi break time, sembari juga bersiap ibadah ashar. Break time ini ga lama-lama kok. Ngapain aja selama break time? Bisa aja sekedar bercanda sama tim di kantor, nyamperin ke meja meja sambil regangin otot. Jalan muterin depan kantor, atau ga beli cemilan.  Tapi ga lama-lama, 15 menitan aja cukup. Biar fresh aja, jadi ada semangat baru buat menyelesaikan sisa kerjaan yang tinggal 2 jam menjelang akhir jam kantor. Gitu aja sih cara nyiasatin kebuntuan di kantor. Jadi jam 15.00 wib ini sungguh krusial bagi saya. Kalau ada yang mau break sebentar juga silahkan. 

Mencari Kebahagiaan

“Jangan ditambahin lagi ya.  Ga bawa laptop. Udah keluar. Mencari kebahagiaan.” Kira-kira itulah penggalan chat whatsapp saya ke grup kantor. Ini ada kaitannya sama edisi Sabtu Minggu kemarin.  Hari Minggu kali ini nampaknya bertolak belakang dengan tulisan saya kemarin. Tapi ga apa apa deh, kerja tipis tipis karena ada yang harus di submit. Tapi jangan sampai habis Minggunya. Biasanya menyesal di belakang. Karena takut akan penyesalan itu, saya kebut lah kerjaan untuk bikin summary singkat. Ga pakai babibu, langsung beresin rumah dan beresin muka juga sekalian. Meluncur keluar rumah tanpa membawa si Gold Rose aka mesin ketik saya. Sengaja ga mau bawa, karena sisa dari Minggu ini mau digunain buat mencari kebahagiaan yang tersisa. Buat apa? Ya buat nambahin semangat karena mengingat besok masih harus mencari nafkah agar bisa selalu bahagia. Jadi jangan ganggu dulu ya. Kalau sudah bisa diganggu nanti dikabarin deh. Lagi mencari kebahagiaan. @30haribercerita #30haribercerita #30hbc2308

Sabtu Minggu

Gambar
Siapa yang paling ga sabar kalau sudah hari Jumat? Tentu banyak yg ingin hari Jumat itu segera berakhir. Karena apa? Karena setelahny kita akan berjumpa dengan Sabtu dan Minggu. Siapa yang paling senang dengan hari Sabtu? Tentu banyak dari kita, terutama yang kerjanya lima hari di hari weekdays sangat senang jika sudah hari Sabtu. Hari ini jadi hari kita untuk bisa “me time” buat yang masih sendiri. Atau pun menjadi “family time” untuk yang sudah berkeluarga. Di hari Sabtu, kita menyempatkan diri untuk merecharge emosi kita dari stress kerjaan menjadi semangat kenapa kita harus bekerja. Karena ada keluarga yang harus dibahagiakan. Karena ada diri yang harus dimanjakan. Siapa yang paling deg degan kalau sudah masuk hari Minggu? Tentu banyak dari kita berharap hari Minggu berjalan dengan sangat lambat, agar tidak segera berjumpa dengan hari Senin. Di hari Minggu, memang paling enak gegoleran di rumah, untuk sekedar bergabung menjadi kaum rebahan. Agar kita bisa menghapus seje

TEAMWORK

Gambar
Tahun 2022 lalu, tepatnya di bulan Juli, kantor saya sekarang ini akhirnya memiliki Command Center. Alhamdulillah ya. Jadi banyak informasi terkait operasional yang bisa terpantau secara real time. Tapi bukan itu yang mau saya tulis hari ini. Dalam ruangan yang cukup besar dan berisikan layar-layar monitor tersebut, ada spot tembok yang menarik. Jadi saat kita masuk ke Command Center, kita bisa melihat spot yang saya bilang menarik ini dengan langsung melihat ke sebelah kanan.  Dengan background tembok hitam legam, ada tulisan yang terpampang nyata yakni TEAMWORK dengan spot light yang kece abis. Bagus banget buat jadi spot foto. Yang menarik buat saya, kata ini dibangun dari delapan kata lainnya, jadi tidak berdiri sendiri. Delapan kata tersebut adalah Trust, Partnership, Share, Harmonize, Network, Collaborate, Support, dan Work. Oooo jadi inilah yang bisa kita sebut dengan bekerja dengan tim, bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Ini lah kata-kata yang harus di

Wah Gila Sih

Gambar
Hari pertama masuk ke kantor di tahun 2023 ini, ada salah seorang pejabat yang berkunjung ke ruangan. Tepatnya setelah jam makan siang, saya bersama rekan-rekan berjumpa di ruangan kawah candradimuka kami, yang bersangkutan ingin mendapatkan pemaparan singkat atas apa yang telah, sedang, dan akan kami kerjakan. Saat beberapa project saya paparkan, ada respon lucu tapi menjadi terpatri di kepala saya, bahkan rekan-rekan yang lain juga. Yakni respon dengan kalimat “WAH GILA SIH”. Bagi sebagian orang mungkin kalimat tersebut biasa-biasa saja ya. Namun bagi saya, kalimat tersebut jadi sebuah asa yang baru. Bukan terkait project yang sedang kami lakukan yang mau saya tulis di sini. Namun “respon” “WAH GILA SIH” yang disampaikan. Dari situ, yang saya rasakan adalah pembelajaran untuk mengapresiasi apa yang telah dilakukan ataupun disampaikan. Dari situ, ada pembelanjaran untuk pertama mendengarkan. Apresiasi sederhana ini, ternyata memberi dampak yang positif. Hal yang mungkin k

Kapan Terakhir Kali?

Gambar
Belanja di warung? kira-kira kapan ya terakhir kali belanja di warung kelontong?Apakah rutin? Ataukah bisa dihitung dengan jari? Tiba-tiba ini menjadi pertanyaan menarik bagi saya sendiri, dari salah seorang kolega saat sedang brainstorming hari ini. Tiba-tiba, pertanyaan ini menjadi sangat susah di jawab. Bisa saja memberikan jawaban yang membual, tapi ini menggelitik jika dibahas dengan hati. Dari kami berempat yang sedang diskusi, tidak satupun dari kami yang menjadikan warung sebagai rutinitas tempat belanja. Mengapa? kalau saya, mungkin karena sudah terbuai dengan bertebarannya platform online untuk memenuhi kebutuhan bulanan. Sekaligus juga terbiasa belanja di modern market karena dibarengi dengan waktu untuk mencuci mata. Dari pertanyaan tersebut, jadi terefleksi lagi, bahwa dengan belanja di warung, ternyata bukan hanya sekedar belanja, beli barang terus pergi. Namun, belanja di warung, ternyata bisa jadi media interaksi dan silaturahmi antara kita dan lingkungan. 

Obrolan Kopi

Gambar
Jika diingat-ingat, obrolan kita sering terjadi disaksikan secangkir kopi. Duduk di luar sambil menikmati udara Jakarta. Bukan pertemuan yang sering, tapi sesekali saja. Bukan yang rutin, tapi spontan karena lebih tinggi kemungkinan terjadi. Tema yang dibahas pun kadang bukan hal baru, kadang tidak ada tema baru. Hanya seputar kesibukan. Lebih banyak berandai-andai dalam setiap bahasan. Andai saya jadi wirausaha seperti dirinya, Andai kau kembali bekerja kantoran seperti saya lagi. Satu yang pasti dalam setiap perjumpaan di tengah obrolan kopi, kita saling mengingatkan untuk terus jadi pribadi yang lebih baik, walau definisi “baik” kita itu berbeda.  Perbedaan itu yang juga jadi obrolan perdebatan di tengah seruput kopi. Berdebat karena masing-masing kita pasti punya pemahaman yang diyakini. Obrolan kopi, menjadi obrolan ngalor-ngidul kita untuk sekedar berjumpa. Kira-kira, kopi mana lagi yang jadi lokasi obrolan kita? Yang penting di ruang terbuka. Kita jumpa, bercengkrama

Ke Delapan Belas

Gambar
Tahun itu, tahun 2005, merupakan tahun pertama mengenakan putih abu-abu. Berasal dari tempat yang berbeda, kita masuk menjadi siswa di sekolah menengah atas. Yang dikenal pun hanya segelintir. Hari demi hari dilewati, kegiatan demi kegiatan diikuti, perkenalan pun terjadi. Masa-masa yang ada dikepala tidak hanya sebatas pada ujian jangan sampai remidi, tapi kita bergulat untuk masuk organisasi, demi pengembangan diri. Jika diingat kembali, banyak hal menggelitik yang dilewati. Pengalaman dengan bumbu emosi mewarnai hari hari. Mulai dari kelas yang tidak ingin dipisahkan saat telah masuk ke masa kenaikan. Perkenalan yang ternyata berubah menjadi pertemanan. Pertemanan yang berkembang menjadi kekerabatan. Kompak tanpa mengenal batasan, IPA atau IPS bukan alasan. Kita duduk bersama di lapangan untuk makan siang satu angkatan. Berbekal dari jaringan komunikasi tiap kelas, kita wujudkan aksi bukan hanya rencana tak berarti. Masa putih abu-abu, kita berani salah, kita berani berb

Untuk Kesendirian

Gambar
Kesendirian itu bukan berarti sepi, bukan berarti tak ada yang menemani. Kesendirian itu bisa berarti waktu. Kenapa waktu? Karena bisa jadi memang belum pantas untuk bersama. Dari kesendirian, kita bisa belajar apa yang sebenarnya dibutuhkan. Bukan hanya sekedar diinginkan. Dari kesendirian juga kita bisa belajar untuk tidak memaksakan, apa lagi jika memang belum pantas. Lama singkatnya waktu dalam kesendirian tidak berarti kita gagal untuk memantaskan diri ataupun mendapatkan yang pantas. Lama singkatnya kesendirian bisa jadi cara untuk kita lebih melihat ke dalam diri apa yang harus diperbaiki. Kesendirian itu bukan faktor eksternal, apalagi kondisi sekitar. Kesendirian itu masalah hati, yang harus benar benar dinikmati. Walau sendiri tidak berarti tak ada yang berarti. Teman yang baik, keluarga yang baik, hingga rekan kerja yang baik, masih ada untuk kita berinteraksi dalam membuat sebuah makna arti. Nikmatin dulu kesendirian, karena untuk bersama kita tidak harus salin